Perampok Dalam Diri Kita
Diambil dari
kk’gede
Satu hal yang tidak bisa dihindari oleh sejumlah konsultan,
lebih-lebih yang berinteraksi intensif dengan pemilik dan pimpinan puncak,
adalah menjadi saksi hidup dari ketidakdewasaan sejumlah orang kaya pemilik perusahaan.
Ada yang baru tidak punya jabatan kemudian bikin kacau di
mana-mana. Ada yang memanas-manasin pemegang saham dengan surat kaleng. Ada
yang mabok pujian kemudian buta dengan informasi yang sebenarnya. Ada yang
tidak sependapat dengan orang tuanya, kemudian menganulir keputusan, dan
menimbulkan ketakutan di setiap pojokan organisasi. Ada yang tidak memiliki
alat memimpin yang lain kecuali mengancam. Dan masih banyak lagi variasi
lainnya.
Yang jelas, catatan kerja yang ditandai oleh seringnya bertemu
dengan manusia-manusia seperti di atas, membuat saya amat bersukur. Sebab,
perjalanan hidup yang bermula dari tangga yang amat bawah, plus seluruh
penderitaannya, membuat saya tahu apa-apa yang tidak diketahui rekan-rekan yang
baru lahir sudah menjadi orang kaya.
Sebagian klien yang dekat dengan saya, dan berhasil saya
buat menjadi lebih dewasa, berfikir kalau saya memperoleh semua ini dari
sekolah saya di INSEAD Prancis, atau di Universitas Lancaster Inggris. Kalau
boleh jujur, kearifan dan kematangan hidup lebih banyak saya temukan secara
otodidak di Universitas Kesulitan. Sebuah sekolah yang amat saya banggakan. Dan
memiliki kontribusi jauh lebih tinggi dari Universitas manapun di dunia.
Sebenarnya, ingin sekali saya mengulas semua ini dalam
sebuah buku khusus. Atau dalam sebuah tulisan panjang yang spesial membahas
soal kedewasaan. Sayangnya, saya punya dua pembatas. Pertama, waktu sudah habis
untuk jadi eksekutif puncak perusahaan, pembicara publik dan penulis. Kedua,
sedang mengurangi diri membuat ide, konsep dan paradigma yang serba jelas namun
memerangkap.
Akan tetapi, dengan seluruh keterbatasan ini, izinkan saya
bertutur secara ringkas mengenai sebagian kecil saja dari seluruh aspek
kedewasaan.
Dalam bahasa sederhana, tubuh kita sebenarnya kemana-mana
sedang membawa dua jenis 'perampok'. Perampok pertama, ia berasal dari luar
namun dibawa masuk ke dalam tubuh oleh panca indera, khususnya mata dan
telinga. Perampok ke dua bersumber dari dalam, pembawanya adalah emosi,
perasaan dan opini.
Mari kita mulai dengan perampok jenis pertama. Hati-hati
dengan mata dan telinga. Melalui mata kita memasukkan banyak sekali hal ke
dalam tubuh. Yang jelas, ada beberapa hal yang amat terpengaruh oleh pandangan
mata. Keinginan, cinta, nafsu, dengki, iri, kagum, suka, benci hanyalah
sebagian hal yang dipengaruhi oleh pandangan mata. Demikian juga dengan
telinga. Ia membawa masuk dan mempengaruhi sama banyaknya unsur dalam tubuh
kita.
Orang-orang dengan kedewasaan kurang, membiarkan dirinya
didikte oleh mata dan telinga. Apa saja yang dibawa masuk oleh mata dan
telinga, dikonsumsi mentah-mentah. Ini yang bisa menjelaskan, kenapa ada
pengusaha yang mudah sekali marah dan meledak di depan umum. Ini juga yang bisa
menerangkan, kenapa begitu ada berita buruk, orang langsung bereaksi secara
serabutan. Proses masuknya informasi dan stimuli dari luar, tidak melalui
proses pengolahan yang matang, namun langsung menjadi sikap dan keputusan. Saya
amat dan teramat sering menjadi penasehat dan konsultan dari manusia-manusia
jenis ini.
Jenis perampok kedua lain lagi. Emosi, perasaan dan opini
sudah ada di dalam diri kita sebagai modal untuk berespons. Apapun stimuli dan
informasi yang datang dari luar, akan diperkosa untuk masuk ke dalam kerangka
emosi, perasaan dan opini yang ada, untuk kemudian diproduksi menjadi sikap dan
keputusan. Sikap dan keputusan menjadi banyak gelapnya, jika kerangka terakhir
juga gelap. Manusia-manusia yang sejak kecil sudah dibentuk jadi orang penuh
curiga, mudah meledak, tersinggung, senang dipuji, dan sejenisnya mudah sekali
dirampok oleh emosi, perasaan dan opini.
Manusia-manusia yang self management-nya kurang tertata,
membiarkan saja kedua perampok di atas hidup semena-mena di dalam tubuh.
Ada yang dibuat menjadi manusia frustrasi. Ada yang
dibohongi seumur hidup. Ada yang dibiarkan menjadi manusia kanak-kanak
selamanya. Ada yang baru sadar setelah ada dalam kebangkrutan atau masuk
penjara. Ada yang terkejut dengan perubahan lingkungan, begitu keadaan berubah.
Dan masih banyak lagi spesies lainnya.
Anda tentu bertanya, siapa yang bisa menghalangi
kesewenang-wenangan dua perampok di atas ? Pengalaman saya bertutur, yang bisa
menghalangi dan mengelolanya hanya kejernihan fikiran.
Ibarat melihat bayangan bulan di air. Kita tentu saja tidak
bisa menemukan bulan dengan mengaduk-aduk airnya. Ketenangan dan kejernihan
adalah syarat utama bagi utuhnya bayangan bulan.
Bedanya, jika ketenangan air hanya butuh kesabaran untuk
menunggu saja, ketenangan tubuh memerlukan latihan yang lama dan panjang. Saya
'dilatih' oleh banyak sekali kesulitan hidup. Ditabrak, diinjak, dibuat hampir
mati oleh banyak ketidak tahuan. Berperang amat lama dengan sejumlah hawa
nafsu. Dan proses peperangan terakhir akan terjadi sepanjang manusia masih
bernafas. Belum sempurna memang. Namun, begitu kejernihan fikiran berada jauh
di atas hawa nafsu, sukses mudah dan senang sekali datang berkunjung.
Nah, bila ada orang yang mampu meletakkan kejernihan
fikirannya, di atas semua unsur tubuh, perampok manapun akan berubah menjadi
sahabat. Dari sinilah kedewasaan akan tumbuh dan berkembang secara meyakinkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar